Friday, July 25, 2008

KITA BISA Closing: Look for better future!


June 30, 2008 adalah tanggal yang akan selalu kami ingat. Tanggal itu adalah tanggal penutupan proyek KITA BISA. Selama hampir 2 tahun KITA BISA melibatkan diri dalam program pencegahan HIV dan AIDS, banyak pengalaman yang telah kami dapatkan. Banyak hubungan baik yang telah kami ciptakan, dan banyak kader-kader dan PE-PE yang kami tinggalkan di berbagai wilayah masyarakat layanan kami.

Apakah hanya sampai di sini? Tentu tidak, melihat ke depan dan memandang dengan penuh kepastian adalah tekad kami. Papua umumnya dan Jayawijaya khususnya masih memerlukan banyak program pencegahan seperti yang dilakukan oleh KITA BISA. Kami sendiripun tidak tinggal diam, kami terus berusaha menggalang berbagai dukungan agar tetap bisa menjalankan proyek-proyek yang serupa tapi tak sama di masa mendatang.

Banyak kesuksesan yang sudah kami raih baik di lapangan maupun apa yang terjadi di dalam kantor kami sendiri. Kepercayaan diri staf-staf kami semakin bertambah seiring dengan seringnya kami melakukan sosialisasi di tengah-tengah masyarakat.

Harapan kami proyek ini tidak berhenti sampai di sini. Sama seperti nama proyek kami KITA BISA artinya kita bisa terkena HIV tapi kita juga bisa mencegahnya. "Iyo sama-sama cegah HIV dan AIDS!" artinya jika kita bersama-sama mau ambil bagian dalam penanggulangan HIV dan AIDS ini maka bencana yang menghadang kita di depan ini dapat kita hindari.

Akhirnya terimakasih sebesar-besarnya untuk Family Health International Tanah Papua lewat Aksi Stop AIDS yang selama ini telah mendukung kami. Demikian juga dengan World Vision Indonesia yang bermitra dengan Wahana Visi Indonesia.

Mari memandang ke depan, melihat masa depan yang lebih cerah.
Bersama KITA BISA!

Wednesday, June 11, 2008

Workshop Saluran Harapan untuk Gereja Katholik se Wamena, 16-17 Mei 2008






Pada bulan Mei yang lalu pada tanggal 16 - 17 Mei 2008 di Wamena diadakan Workshop Saluran Harapan untuk Gereja Katholik se Wamena. Kegiatan ini terselenggara atas kerjasama Wahana Visi Indonesia melalui KITA BISA Project. Kegiatan ini diikuti oleh kurang lebih 30 peserta dari berbagai gereja Katholik yang ada di seputaran Wamena. Acara dibuka dengan resmi oleh Bpk. Benyamin Arisoy selaku Ketua Harian II KPAD Jayawijaya.

Kegiatan ini difasilitasi sepenuhnya oleh KITA BISA Project dengan fasilitator Bpk. Benyamin Situmorang, Pdp. Reynold Mandha, dan Sdr. Rio Pangemanan.

Diharapkan setelah mengikuti kegiatan ini, rekan-rekan dari gereja Katholik dapat menyebarluaskan informasi yang didapat ke jemaat di gerejanya masing-masing.

Willy for KITA BISA Ministry

CoH Workshop for GBI leaders in Wamena





On April 23-24, 2008 Wahana Visi Indonesia through KITA BISA Project together with Jayawijaya District AIDS Comission held Channel of Hope Workshop for Gereja Bethel Indonesia leaders in Wamena. This workshop aims to illuminate the leaders of GBI denomination to be able to address HIV and AIDS situation in their congregations.

Secondary assistant of Jayawijaya District Secretary Mr. Benyamin Arisoy, M.Si who also a secondary chief of Jayawijaya District AIDS Comission (KPAD) gave an opening speech at the first day. He addressed the importance of "giving hands" in HIV and AIDS prevention. He also announced the situation nowadays in Wamena that number of AIDS cases are still increase from 9 in 2000 to almost a 100 cases in 2006. Finally, he closed his speech by asking commitments of all all participants to work together as churches with government and NGOs in addressing this issue.

This activity attended by 13 participants and facilitated by Reynold Mandha and Benyamin Situmorang from KITA BISA Project and also Rev. Philip Goraph from Karubaga Area Development Program.

Willy for KITA BISA Ministry

Tuesday, June 10, 2008

Channel of Hope Workshop for GKI Tanah Papua Wamena Leaders





In March 13 - 14, 2008 KITA BISA Project together with Jayawijaya District AIDS Comission held a Channel of Hope Workshop for GKI Tanah Papua Wamena leaders. About 38 participants involved in this workshop. Secondary assistant of Jayawijaya District Secretary Mr. Benyamin Arisoy M.Si lead the opening ceremony with a short speech about the increasing number of AIDS cases in Wamena Jayawijaya. He also addressed that prevention of AIDS can be done only by significant role of everyone. If nobody cares about this syndrome, then we might found in several years later there will be no more Jayawijayan ethnic or as we known as Lani tribe.

This activity took two days. Participants came from all branch churches or congregations around Wamena. About 7 churches sent their representative to join this workshop. After the workshop done, we hope further socialization will be done by the churches themselves.

Friday, May 23, 2008

25th AIDS Candlelight Memorial in Wamena: “Never Give Up, Never Forget !”









Pada tanggal 17 Mei 2008 yang lalu, Wahana Visi Indonesia melalui KITA BISA Project bekerjasama dengan KPAD Jayawijaya telah melakukan kegiatan festival band dalam rangka memperingati 25th AIDS Candlelight Memorial. Kegiatan ini biasanya diselenggarakan di seluruh dunia setiap hari Minggu ketiga di bulan Mei yang pada tahun ini jatuh pada tanggal 18 Mei. Namun dikarenakan satu dan lain hal, kegiatan ini dilangsungkan di Wamena tanggal 17 Mei 2008.

Festival band ini dibuka oleh Asisten II Setda Jayawijaya yang juga adalah Ketua Harian II KPAD Jayawijaya bapak Benyamin Arisoy, M.Si. Dalam sambutannya beliau mengingatkan mengenai apa itu perayaan AIDS Candlelight Memorial yang selalu dirayakan atau diperingati di seluruh dunia. Beliau menyatakan bahwa dahulu acara ini awalnya dilakukan untuk memperingati orang-orang yang telah menjadi korban HIV dan AIDS di seluruh dunia, namun saat ini perayaan AIDS Candlelight Memorial tidak hanya sebatas itu. Perayaan ini telah menjadi suatu momen yang dapat digunakan sebagai bahan advokasi, media penyuluhan terbuka dan menjadi sarana pertemuan antara berbagai pihak yang terlibat dalam penanggulangan HIV dan AIDS di suatu daerah. Pak Benyamin juga mengingatkan agar semua pihak dapat selalu bergandeng tangan dalam mencegah penyebaran HIV dan AIDS yang semakin marak di Jayawijaya.

Acara kemudian dilanjutkan dengan perkenalan dewan juri. Juri untuk festival ini diambil dari berbagai pihak antara lain: Bpk. Patar Manurung dari RRI Wamena, Ibu Leny Veronika dari Oxfam dan tentunya Bpk. Samuel Joris dari WVI Jayawijaya. Setelah itu satu persatu peserta tampil untuk membawakan lagu wajib yaitu lagu karangan sendiri yang berlirikkan HIV dan AIDS serta kemudian membawakan 1 lagu bebas yang bisa dipilih sendiri. Sebagai band pembuka tampil grup band Black Zege yang seluruh anggotanya adalah anak-anak muda asli dari Jayawijaya.

Kurang lebih 15 grup band dari 18 grup yang telah terseleksi tampil membawakan lagunya hingga sore hari itu. Tiga grup terpaksa didiskualifikasi oleh karena telah dipanggil 3 kali dan tidak menampakkan dirinya. Dari 15 itu akhirnya terpilihlah 10 peserta terbaik yang akan menjalani sesi rekaman di studio RRI Wamena. Ke sepuluh grup yang terpilih akan terkompilasi dalam satu album 25th AIDS Candlelight Memorial: Never Give Up, Never Forget!” yang akan diperbanyak dan diproduksi oleh WVI bekerjasama dengan KPAD Jayawijaya.

Sebelum acara pembacaan pemenang, terlebih dahulu diadakan renungan singkat untuk mengenang para korban HIV dan AIDS terutama yang ada di Jayawijaya. Acara renungan ini dipandu oleh Bpk. Benyamin Situmorang dari Wahana Visi IndonesiaKITA BISA Project Wamena. Para peserta berkumpul di muka panggung sambil menyalakan lilin masing-masing yang telah dibagikan sebelumnya. Para peserta tampak antusias. Acara seperti ini memang belum pernah mereka alami sebelumnya. Acara renungan kemudian ditutup dengan doa bersama yang dipimpin oleh dr. Willy Sitompul dari WVI Jayawijaya.

Dari 10 peserta yang terbaik akhirnya keluar 3 peserta terbaik yang mendapatkan hadiah bingkisan dari WVI Jayawijaya dan uang pembinaan dari KPAD Jayawijaya. Mereka adalah:
  1. Juara I : Band Zoord Revolution
  2. Juara II : Band Radiance
  3. Juara III : Band Black Zege
Juara I mendapatkan bingkisan 1 unit Televisi dari Wahana Visi Indonesia melalui KITA BISA Project dan mendapatkan uang pembinaan dari KPAD sebanyak Rp. 1 juta. Juara dua mendapatkan bingkisan 1 unit tape DVD dari Wahana Visi Indonesia melalui KITA BISA Project dan uang pembinaan dari KPAD Jayawijaya sebanyak Rp. 750 ribu. Dan juara III mendapatkan bingkisan tape dari Wahana Visi Indonesia melalui KITA BISA Project dan uang pembinaan dari KPAD Jayawijaya sebanyak Rp. 500 ribu. Bapak Asisten II Setda Jayawijaya, Benyamin Arisoy MSi. bersama dengan dr. Willy Sitompul dari Wahana Visi Indonesia menyerahkan langsung hadiah-hadiah ini kepada para pemenang.

Pada pukul 20.00 WIT seluruh kegiatan berakhir dengan sukses. Semua pihak merasa gembira dan berharap acara ini dapat terus diadakan setiap tahun.

dituliskan oleh Willy Sitompul untuk KITA BISA Ministry

Thursday, March 6, 2008

Jimmy Ade Sunarya: “from indifferent one to peer educator…”




“Dulu saya tidak terlalu tahu tentang penyakit ini, saya lihat banyak kegiatan-kegiatan di Wamena. Ada peringatan Hari AIDS sedunia, ada lomba-lomba yang berhubungan dengan Hari AIDSkah..tapi saya waktu itu belum mengerti apa itu HIV..” ujar Jimmy ketika penulis menanyakan bagaimana awalnya Jimmy sampai bisa tahu dan mengerti tentang HIV. “Saat itu ada satu staf WVI yang datang ke kami punya sekolah, dia bilang mau ada pelatihan radio untuk anak-anak sekolah, saat itulah sayapun minta didaftar dan saya mulai terlibat dalam program HIV yang diselenggarakan kakak-kakak WVI…” lanjut Jimmy. Oh iya…para pembaca, Jimmy adalah salah seorang peer educator untuk program pencegahan HIV dan AIDS yang dibina oleh Wahana Visi Indonesia. Peer educator itu adalah pendidik teman sebaya. Tugasnya adalah memberikan informasi tentang HIV dan AIDS kepada teman-teman. Selain itu peer educator juga menjadi sumber informasi jika ada teman-teman yang mau bertanya seputar HIV dan AIDS.

Lahir pada 30 September 1992, nama lengkapnya adalah Jimmy Ade Sunarya Kobogau. Kok namanya berbau Sunda ya? Ternyata ayah Jimmy almarhum bernama Asep Sunarya memang orang Sunda asli, sedangkan ibunya bernama Nelly Kobogau adalah orang asli Wamena. Sehari-hari ibunya bekerja sebagai pegawai negeri di lingkungan Pemda Jayawijaya. Jimmy sendiri adalah anak pertama dari dua bersaudara. Adik perempuannya masih bersekolah di salah satu sekolah dasar negeri di Wamena.

Sehari-hari Jimmy harus berjalan kaki menempuh perjalanan sejauh 2 kilometer untuk sampai di sekolahnya SMU PGRI Wamena. Jimmy sendiri mengatakan kalau ia harus serius bersekolah, walaupun banyak teman-temannya yang tidak serius sekolah, namun Jimmy tidak mau seperti itu. Sewaktu ayahnya masih hidup Jimmy selalu dipesankan agar ia menjadi anak yang berguna bagi keluarga, bangsa dan agama. Pesan inilah yang selalu diingat Jimmy.

Jimmy bersama keluarganya tinggal di Jalan Bhayangkara No. 55 Wamena. Di lingkungan sekitar rumahnyapun tetangga-tetangga mengenal Jimmy sebagai anak yang aktif, senang bergaul namun tidak pernah sekalipun terlibat hal-hal yang negatif. Bahkan menurut tetangganya Jimmy sering dimintai informasi seputar HIV dan AIDS oleh anak-anak muda sekitar tempat tinggalnya itu. Memang, prinsip dasar dari program peer educator adalah teman sebaya memberikan informasi pada teman sebaya lainnya. Menurut Jimmy sendiri guru-gurunyapun di sekolah masih banyak yang belum merespon keberadaan penyakit ini. Kalaupun ada yang bisa berbicara itupun masih ragu-ragu. Hal ini juga sama di kalangan orang tua. Namun, menurut Jimmy saat ini orang-orangtua sudah mulai agak terbuka sedikit dalam membicarakan hal ini dengan anak-anak muda.

Awalnya Jimmy memang acuh tak acuh dengan HIV dan AIDS. Pernah waktu itu salah seorang temannya mengajak untuk ikut sosialisasi tentang HIV dan AIDS di gereja, Jimmy malah menolaknya. Namun lama-kelamaan timbul rasa penasaran dalam dirinya dan akhirnya suatu hari Jimmy ikut dalam ibadah pemuda yang diselenggarakan oleh GBI Siloam Wamena. Saat itu menurut Jimmy ada dokter dari Wahana Visi Indonesia yang jadi pembicaranya. Sejak itu Jimmy mulai bertanya-tanya dalam hati bagaimana dia bisa ikut berpartisipasi dalam mencegah penyakit ini sampai akhirnya kesempatan itu datang sewaktu kakak dari Wahana Visi Indonesia datang ke sekolahnya.

“Situasi HIV dan AIDS di Wamena ini sudah sangat berbahaya, saya rasa jangan-jangan sudah lebih dari 50 % orang Wamena ini sudah kena penyakit ini….” ujar Jimmy. Kami hanya tersenyum mendengar pernyataan Jimmy tersebut walau dalam hati kami juga bertanya-tanya, “Jangan-jangan benar juga…..”


Keterlibatan Jimmy di berbagai program yang diselenggarakan oleh WVI memang cukup membuktikan keseriusannya. Setelah terlibat dalam pelatihan radio di RRI Wamena, Jimmy sering menjadi co-presenter dalam berbagai siaran dialog interaktif di RRI Wamena. Terakhir, Jimmy terlibat sebagai salah satu peserta dalam cross visit yang diadakan oleh Wahana Visi Indonesia ke Yayasan Pelita Ilmu Jakarta (lihat posting sebelumnya: "Dunia Remajaku Seru.."). Selain itu di Jakarta, keterampilan Jimmy dalam menyiar juga diperdalam dengan pelatihan yang diselenggarakan oleh KBR68H Jakarta. Wah...wah...wah...

“Saya akan memberikan pengetahuan dan informasi tentang HIV dan AIDS ini, agar semua masyarakat Wamena tidak habis oleh karena virus HIV dan AIDS ini… Saya akan lebih semangat lagi membagikan pengetahuan saya…” ujar Jimmy menutup pertemuan kami hari itu. Di luar cuaca mulai mendung, Jimmy harus segera kembali ke rumah membantu ibunya menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan di rumahnya. Yah…di luar cuaca boleh mendung, tapi kami percaya di dada anak-anak PE seperti Jimmy ada api yang selalu menyala-nyala pertanda semangat untuk menyebarkan informasi tentang HIV dan AIDS lebih…dan lebih lagi….
Bagaimana dengan kita???


Wawancara oleh Willy Sitompul untuk Kita Bisa Ministry

Wednesday, March 5, 2008

”Merauke...oh Merauke...- cerita dari cross visit di Merauke”





Bandara Sentani sudah sepi. Yah...teman-teman yang ke Jakarta sudah berangkat. Abednego cuma terduduk lesu mendengar penundaan keberangkatan pesawat Merpati ke Merauke. Di sampingnya Magda dan ibu guru Anselina juga terlihat menyibukkan diri. Yang satu melihat-lihat sekeliling bandara sementara ibu guru terlihat asyik dengan Hpnya. Pak Yop, staf Kita Bisa terlihat tekun membaca koran.

“Merpati dengan nomor penerbangan MZ...... tujuan Merauke siap diberangkatkan, para penumpang dipersilahkan memasuki pesawat melalui pintu 3....” Pengumuman itu membuat para peserta cross visit yang akan ke Merauke tersadar dari lamunan masing-masing. “Ayo...mari sudah....” Pak Yop memberi aba-aba. Abed, Magda dan Ibu Anselina bergegas meraih semua barang bawaan mereka.

Menjelang pukul 10.00 WIT pesawat mendarat di bandara Mopah Merauke. Setelah itu kami langsung menuju ke hotel. Setelah masing-masing mendapatkan kamar, kami semua bersama staf Wahana Visi Indonesia – ADP Maro menuju kantor ADP Maro untuk mendiskusikan mengenai rencana kunjungan selama di Merauke.

Hari Rabu tanggal 13 Pebruari, kami mengunjungi Yayasan Santo Antonius (YASANTO), di sini kami melihat pelayanan VCT dan bertemu dengan para ODHA. Oh iya buat rekan-rekan yang belum tahu, VCT itu adalah Voluntary Counselling and Testing sedangkan ODHA adalah singkatan dari Orang dengan HIV dan AIDS.
Setelah itu kami mengunjungi SMU 3, di sini kami melihat kegiatan sekolah yang disebut KOMPAS atau Komisi Penanggulangan AIDS Sekolah yang juga dibina langsung oleh Yasanto. Setelah puas melihat-lihat dan bertanya panjang lebar, kamipun kembali ke kantor ADP Maro. Di sini kami ikut meramaikan seleksi anak-anak binaan ADP Maro yang akan mengikuti pelatihan radio di Jakarta yang diselenggarakan bersama KBR68H Jakarta.

Keesokan harinya, kami melihat kegiatan SMUN 2. Di sinipun kami melihat kegiatan KOMPAS yang juga dibina oleh Yasanto. Setelah itu kami berkunjung ke KPAD Merauke. Oh iya teman-teman...KPAD itu singkatan dari Komisi Penanggulangan AIDS Daerah. Di KPAD Merauke kami berkenalan dengan ketua KPAD yaitu Pendeta Stef. Oleh beliau kita dijelaskan bagaimana menurunkan angka HIV di Merauke. Hal tersebut menurut beliau dicapai dengan cara-cara berikut:


1. Adanya kerjasama yang dibangun antara LSM
2. Pembentukan KPA di tingkat distrik
3. Pembentukan VCT di setiap Puskesmas yang ada di Kabupaten Merauke, dan:
4. Peningkatan kesadaran masyarakat untuk memeriksakan dirinya.

Setelah puas berdiskusi, kamipun kembali ke tempat penginapan kami. Wah...ternyata banyak sekali yah yang bisa dipelajari. Kamipun tak sabar untuk menerapkannya di Wamena...

Hari Jumat tanggal 15 Pebruari, kami berkunjung ke RSUD Merauke, di sini kami melihat Klinik Kesehatan Reproduksi dan VCT yang ada di sana. Kami dijelaskan bagaimana cara melahirkan anak yang mamanya terinfeksi HIV. Di Merauke ini banyak sekali ibu hamil yang terinfeksi HIV sehingga harus ada penanganan khusus agar penularan dari ibu ke bayinya bisa diminimalisir.
Setelah dari RSUD, kami langsung menuju salah satu radio swasta yang ada di Merauke, waduh....saya lupa namanya. Di sini kami ikut berdialog tentang kenakalan remaja di Merauke bersama salah satu dokter di sana.
Wah...hari ini cape sekali.... Kami semua segera kembali ke penginapan.

Besoknya kami menghabiskan waktu dengan berjalan-jalan mengelilingi kota Merauke. Kami mengunjungi sarang semut, jembatan gantung dan tempat mendaratnya L.B Moerdani sewaktu pembebasan Irian Barat dahulu. Pokoknya seru deh...tapi juga melelahkan....

Hari Minggunya kami kembali ke Jayapura. Kami menginap semalam di sana sebelum melanjutkan menuju Wamena. Rasanya nggak sabar untuk sampai di Wamena. Kami ingin cepat-cepat menerapkan ilmu yang kami dapat.........